The Day After High School: Making Choice
Here we go. Gue
akan menceritakan bagaimana gue menentukan jurusan ini untuk menjadi jurusan
kuliah. Ini terjadi secara tiba-tiba.
Kalau kamu ngerasa gak pas disitu, ya tinggalkan.
Kronologi
Gue mendaftar PTN di situs SNMPTN dan gagal di keduanya. Gue
nggak mengikuti SBMPTN-nya maupun JALUR MANDIRI atau JALUR XXX—apalah itu—yang
menghabiskan uang. Gue cuma ikut SNMPTN tok!
Di SNMPTN gue memilih jurusan Biologi di Universitas X dan Pendidikan Biologi
di Universitas Y. Hasilnya? Ya, gagal sih. Tapi, gue nggak nyesel kok. Jauh
sebelum daftar SNMPTN, gue udah mempersiapkan Universitas swasta sebagai
cadangan, yang kini jadi tempat dimana gue kuliah.
Next, jurusan yang
saat itu gue ambil di Univ T adalah Prodi D3 Kebidanan. Ya, ini sebenernya
bukan 100% kemauan gue. Ini penggabungan 50% kemauan orangtua+30% kemauan
anggota keluarga lain+20% kemauan gue. Salah? Iya pasti! Emang kemana sih
sebenernya minat gue ini? Ada beberapa minat yang gak kedapetan perhatian dari
keluarga, diantaranya: broadcast,
writing, public relation, teacher, dsb. Itu minat yang memang gue minatin.
Tapi, dengan segala pemikiran akan jangka panjang dan sebagainya, ‘mereka’
memutuskan gue untuk kambil itu aja lah. Akhirnya, gue bersama nyokap gue,
dateng ke Univ T, daftar lalu pulang. Dikabarin seminggu kemudian untuk dateng
lagi untuk tes materi. Tes materi berhasil gue lewatin. Tes selanjutnya, tes
kesehatan. Sampe gue masuk Univ T juga gak ada panggilan buat tes kesehatan. So, yaudah. Gue masuk tanpa tes
kesehatan.
Hari demi hari berlanjut. Sampai tiba ospek kuliah atau
disebut PPSM (oleh kampus gue). PPSM gak lebih dari tiga hari. Ada ospek umum
dan prodi. Berhubung gue terdaftar sebagai mahasiswa Kebidanan, pasti gue di
ospek di jurusan Kebidanan. Apakah kalian mau tau ospeknya kayak gimana? you should contact me after this.
Dengan berbagai macam tekanan dan aral yang melintang, gue berhasil mengikuti
ospek tersebut. Oh ya, sebelum ospek, di Univ gue ada namanya LDBN. Apa itu LDBN?
LDBN adalah latihan dasar bela negara. Univ gue memilih Pusdikkes Kramatjati
sebagai tempat binaannya. Jadi, buat kalian yang mau masuk Univ gue silakan
persiapkan diri kalian buat hal itu *ROTFL*.
Gak ada yang tau kedepannya akan gimana. Langkah yang kamu ambil akan jadi penentu buat langkah selanjutnya.
Unpredictable
Selesai ospek, langsung mulai perkuliahan. Seperti yang
kalian tau kalau Kebidanan selalu identik dengan asrama, gue juga begitu. Di-asrama-kan tiap kuliah, pulang hari
Jumat atau Sabtu sore. Mau tau jadi ‘anak’ bidan itu gimana? Gue acungin jempol
buat yang kuliah Kebidanan dan prestasinya bagus. Kebidanan itu mata
pelajarannya lebih sedikit dari kuliah lain tapi... jam pulang kuliahnya kadang
bisa ngalahin karyawan lembur. Belom tugas atau kerja kelompoknya yang
mengharuskan para mahasiswi Kebidanan pindah lantai (kalo kerkel-nya di asrama
ya) buat kerkel bareng teman sekelompoknya.
Sebulan gue merasakan indahnya menjadi mahasiswa, tiba
saatnya dimana senior menekan adek kelasnya atau biasa disebut senioritas. Senioritas
di bidan atau perawat sangat tinggi. Gue sendiri merasakan. Pasang hastag
#juniorselalusalah. Lanjut, saat gue kuliah di Kebidanan yang baru menjelang
satu bulan itu, banyak kabar miring yang terjadi saat harus menjalani kuliah
sebagai bidan. Antara cari ibu hamil lah atau apa lah, kemudian prakteknya lah.
Gue yang (emang) pada dasarnya gak begitu minat masuk bidan dan mendengar kabar
itu, lantas langsung merasa bahwa menjadi bidan bukan pilihan gue. Sama sekali
bukan. Meskipun latar belakang keluarga gue rata-rata dari dunia kesehatan,
cuma kalian tidak akan bisa membohongi minat dan passion. Gue mulai merasakan hal aneh. Mulai gak betah, mulai
gak nyaman, terlebih lagi ibu asrama yang nyinyir
kalau sama mahasiswa baru. Piket asrama, dsb. Gue merasa seperti mayat hidup. Bangun
pagi (lebih pagi dari teman-teman yang lain), mandi dengan gak sepenuh hati,
minggir sendiri karena gak nyaman kuliah disitu, segala macem. Sampai nyokap
dan keluarga gue ikut bingung sama keadaan gue yang bebeliut gini.
Dan, hampir disaat sebulan atau sebulan lebih seminggu-an,
gue mangkir dari kuliah. Gue ogah balik asrama dengan alasan sakit. Selama itu
pula nyokap yang sebenernya marah dan sedih kenapa anaknya (read: gue) bisa mangkir gini. Akhirnya,
nyokap urus kepindahan gue serta biayanya. Duh, gak segampang itu sih pindah prodi.
Apalagi yang namanya prodi kesehatan. Ya, intinya gak segampang itu. Cerita ini
berdasar pengalaman pribadi gue. Banyak yang gue hidden di cerita ini. Buat yang penasaran bisa komen atau tukar
pesan ya.
Gak akan ada yang tau apa yang terbaik buat dirinya, selain dirinya sendiri.
Ending
Kini, tibalah gue menjelaskan dimana gue berada saat kuliah.
Gue sekarang ada di Prodi S1 Kesehatan Masyarakat (FKM). Gue gak pindah Univ,
cuma pindah prodi aja sih sama pindah tempat kuliah dan of course, pindah tempat berlindung alias gak di asrama lagi (mana mau gue). Intinya, gue anak emak
banget deh. Sekarang gue PP antara dianter-jemput atau naik kendaraan umum bisa
metromini atau angkot. Rumah gue di Cibinong, kampus gue di Kramatjati. Jauh?
Biasa aja. Tapi, kalo ada insiden yaa, agak jauh sih jatohnya.
Murid kelas Kebidanan dan Kesmas jumlahnya gak begitu beda. Yang
jauh beda ya gimana keadaan kelasnya aja. Kalo bidan (udah pasti) cewek semua. Kalo
Kesmas di kelas gue ada sekitar lebih dari 10 cowoknya. Lebih fun mana? Soal fun, gue gak bisa mendeskripsikan lebih lanjut. Secara keseluruhan,
temen gue di bidan cukup fun tapi
kalo Kesmas lebih fun lagi sih. Ya,
namanya kalo cewek ketemu cewek ya kelewat rumpi lah ya. Kalo gue sih senengnya
bergaul sama siapa aja. Gak ada soal pilih atau apa.
Oh, pasti ada yang nanya apa aja sih yang dipelajari di
Kesmas? Jawabannya, ya banyak. Tapi, kalo ada yang mau tanya soal mata kuliah
apa aja yang gue dapetin per semester, nanti gue post deh.
Oke. Segini dulu ya, ceritanya. Pastinya, bakal gue sambung
lagi soal keluh kesahnya jadi anak kuliahan. Oke?
C u.
Get xoxo,
N.
Komentar
Posting Komentar